Siapakah Dzul Qarnain itu?
Dalam surat Al-Kahfi [18], ayat 83, Allah berfirman, “Mereka akan bertanya kepadamu [Muhammad] tentang Dzul Qarnain. Katakanlah, ‘Aku akan bacakan kepada Kamu cerita tentangnya.’”
Di sini akan muncul sebuah pertanyaan, siapakah Dzul Qarnain itu?
Tentang siapakah sesungguhnya sosok Dzul Qarnain yang diceritakan dalam kisah Al-Qur’an dan sezaman dengan sejarah penting manakah kemunculannya, begitu banyak diskusi yang terjadi di kalangan para mufassir yang mengutarakan berbagai pendapat dalam masalah ini. Pendapat-pendapat mereka yang paling krusial adalah tiga pendapat di bawah ini:
Pertama, sebagian meyakini bahwa ia tidak lain adalah Iskandar Al-Maqduni (Alexander Agung). Oleh karena itu, sebagian mereka memberinya nama Iskandar Dzul Qarnain. Menurut pendapat mereka, setelah kematian ayahanda tercintanya, Iskandar Dzul Qarnain mampu menguasai negara-negara Roma, Maghrib, dan Mesir. Ia juga telah membangun sebuah kota yang bernama Iskandariyah, menguasai Baitul Maqdis dan Syam, kemudian melanjutkan ekspansinya ke Armenia, menaklukkan Irak dan Iran, lalu ke India dan China. Dari sana, ia kembali ke Khurasan dan membangun berbagai kota di Khurasan. Lalu, ia kembali ke Iraq lagi. Setelah itu, ia jatuh sakit dan meninggal dunia di kota Zuur. Menurut pendapat sebagian mufassirin, usia Dzul Qarnain tidak lebih dari 36 tahun. Jasadnya dibawa ke Iskandariyah dan dikebumikan di tempat tersebut.
Kedua, sebagian dari ahli sejarah sepakat bahwa Dzul Qarnain adalah salah seorang raja Yaman (Raja-raja Yaman dijuluki gelar “Tubba’”. Bentuk pluralnya adalah “Tabâbi’ah”).
Mereka yang mempertahankan pendapat ini adalah Al-Ashma’i dalam Târîkh al-‘Arab Qabl al-Islam (Sejarah Arab Sebelum Islam), Ibn Hisyam dalam buku sejarah terkenalnya yang bernama As-Sîrah, dan Abu Raihan Al-Biruni dalam kitabnya yang berjudul Al-Âtâr Al-Bâqiyah.
Bahkan dalam syair-syair kaum Himyari (dari bangsa Yaman) dan sebagian penyair-penyair Jahiliyah ditemukan bahwa mereka merasa bangga dengan sosok Dzul Qarnain di dalam syair-syair mereka.
Menurut pendapat ini, tanggul yang dibuat oleh Dzul Qarnain adalah tanggul terkenal yang bernama tanggul Ma’rib.
Ketiga, pendapat ketiga sebagai pendapat paling baru adalah pendapat yang dilontarkan oleh ilmuwan masyhur Islam Abul Kalam Azad, Menteri Kebudayaan India pada waktu itu, dalam buku hasil penelitiannya dalam masalah ini. Menurut pendapat ini, sosok Dzul Qarnain tak lain adalah Khurush (Cyrus) Yang Agung, seorang raja dari dinasti Hakhamaneshi.
Dari pemaparan di atas, pendapat pertama dan kedua bisa dikatakan tidak mempunyai bukti yang relevan dengan sejarah. Selain itu, Iskandar Al-Maqduni pun tidak mempunyai kriteria yang dimiliki oleh Dzul Qarnain sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an, dan ia juga bukan salah satu dari raja-raja Yaman.
Lebih dari itu, ia tidak pernah menciptakan tanggul yang terkenal itu. Tanggul Ma’rib yang terletak di Yaman yang dikatakan sebagai buatan Iskandar Maqduni sama sekali tidak sesuai dengan sifat-sifat tanggul milik Dzul Qarnain yang diceritakan dalam Al-Qur’an, karena tanggul Dzul Qarnain terbuat dari besi dan tembaga yang dibangun untuk menghalangi serangan kaum barbar, sementara tanggul Ma’rib adalah sebuah tanggul dengan konstruksi biasa yang dibangun untuk mengumpulkan air dan menghalangi terjadinya banjir, yang penjelasannya terdapat dalam surat Saba’.
Berangkat dari dalil inilah, kami akan lebih mengkonsentrasikan diri pada pendapat ketiga dengan memperhatikan beberapa hal di bawah ini secara cermat:
1. Pokok bahasan pertama yang menarik perhatian di sini adalah mengapa dia dinamakan Dzul Qarnain (Pemilik Dua Abad/Tanduk)?
Sebagian berpendapat bahwa pemberian nama ini dikarenakan kekuasaannya yang telah sampai ke barat dan timur dunia. Orang-orang Arab menamakan kedua arah tersebut dengan qarnai asy-syams (dua tanduk matahari).
Sebagian lagi berpendapat bahwa nama ini telah diberikan kepadanya karena ia hidup atau memegang tampuk pemerintahan selama dua kurun. Tentang jumlah satu kurun setara dengan berapa tahun itu, para pemilik pendapat ini masing-masing mempunyai pandangan yang berlainan.
Kelompok lain mengatakan, karena di kedua sisi kepalanya terdapat dua benjolan khas, ia dikenal dengan nama Dzul Qarnain.
Dan akhirnya, sebagian lagi meyakini bahwa karena mahkota istimewanya mempunyai dua tanduk kecil.
Dan masih banyak pendapat lain yang untuk menukilnya membutuhkan waktu yang panjang. Dan sebagaimana yang akan kita lihat nanti, penggagas pendapat ketiga, yaitu Abul Kalam Azaad, banyak memanfaatkan penamaannya dengan Dzul Qarnain untuk membuktikan pendapatnya sendiri.
2. Dari Al-Qur’an bisa dipahami dengan baik bahwa Dzul Qarnain mempunyai sifat-sifat yang istimewa, antara lain:
a. Allah meletakkan sarana dan faktor-faktor kemenangan di dalam kewenangannya.
b. Ia mempunyai tiga ekspedisi penting: pertama, ke belahan barat, setelah itu ke belahan timur, dan akhirnya ke daerah-daerah yang terdapat barisan pegunungan. Dan ia senantiasa berhadapan dengan berbagai kaum pada setiap ekspedisi ini.
c. Ia seorang pria mukmin yang bertauhid, penyayang, dan tidak menyimpang dari jalan keadilan. Dengan alasan ini, ia mendapatkan perhatian yang khusus dari Allah swt. Sosoknya adalah sahabat bagi para budiman dan pembuat kebajikan, akan tetapi musuh bagi para perusak dan pembuat kejahatan. Dan ia pun tidak menyukai kekayaan dan harta dunia.
d. Dia mempunyai iman yang kuat kepada Allah dan meyakini adanya Hari Kebangkitan.
e. Ia adalah pembangun salah satu tanggul yang paling penting dan paling kuat, sebuah tanggul yang terbuat dari besi dan tembaga sebagai pengganti konstruksi batu dan batu bata (dan apabila terdapat bahan bangunan lain di dalam bangunan tersebut, maka semua berada di bawah konstruksi kedua bahan bangunan utama ini). Tujuannya membangun tanggul ini adalah untuk membantu kelompok-kelompok lemah dalam menghadapi kekejaman dan kejahatan kaum penentang dan pemberontak.
f. Ia adalah seseorang tokoh yang namanya telah terkenal di kalangan sebagian kaum sebelum turunnya Al-Qur’an. Oleh karena itu, kaum Quraisy atau Yahudi pernah menanyakan hal tersebut kepada Rasulullah saw. Al-Qur’an berfirman, “Mereka akan menanyakan kepadamu tentang Dzul Qarnain.”
Akan tetapi, tidak ditemukan satu pun ayat Al-Qur’an yang mengatakan secara tegas tentang kenabiannya, meskipun terdapat ungkapan-ungkapan di dalamnya yang mengisyaratkan hal itu sebagaimana telah diutarakan pada penafsiran ayat-ayat sebelumnya.
Dari sebagian riwayat Islam yang telah dinukil dari Rasulullah saw. dan para imam Ahlul Bait a.s., kita dapat membaca, “Dia bukanlah seorang nabi, akan tetapi seorang hamba yang saleh.”
3. Prinsip dari pendapat ketiga (yaitu bahwa Dzul Qarnain adalah Khurush Yang Agung) dengan penjelasan yang sangat ringkas, didasarkan pada dua hal berikut:
Pertama, berdasarkan sebuah riwayat yang sesuai dengan asbabun nuzul ayat-ayat tersebut, para penanya yang mengutarakan pertanyaan tentang masalah ini kepada Rasululaah saw. adalah kaum Yahudi atau kaum Quraisy dengan provokasi dari kaum Yahudi. Dengan demikian, akar persoalan ini harus dicari di dalam kitab-kitab Yahudi.
Kita akan mencoba membuka Kitab Daniel (sebuah kitab dari kitab-kitab terkenal milik Yahudi) pasal ke delapan, dan di dalamnya termaktub, “Pada tahun pemerintahan Bal Shassar, telah terjadi sebuah mimpi atasku, Daniel, yang sebelumnya terjadi pula mimpi yang pertama atasku. Di dalam mimpiku, aku melihat diriku berada di dalam istana Shushan yang terletak di negara Ilam. Aku sedang berdiri di dekat sungai Uuloy dan menatap ke sekeliling ketika kemudian tatapan mataku tertumbuk pada sebuah biri-biri jantan yang sedang berdiri di seberang sungai. Biri-biri jantan itu mempunyai dua tanduk yang panjang … Ia mengarahkannya ke timur, barat, dan utara. Tidak ada seekor binatang pun yang mampu menghadapinya. Karena tidak ada seorang pun yang bisa melepaskan diri dari cengkeramannya, maka mereka menyepakati untuk menjalankan apa yang diperintahkannya dan hal ini menjadikannya bertambah besar.”
Di dalam Kitab Daniel ini juga termaktub, “Jibril telah menampakkan diri di hadapannya dan ia menta’birkan mimpi Daniel sebagai berikut, “Biri-biri jantan pemilik dua tanduk yang kamu lihat itu adalah raja Mada’in dan Persia (atau raja Mad dan Persia).”
Kaum Yahudi dengan melihat tanda-tanda mimpi Daniel tersebut menyimpulkan bahwa masa penjajahan mereka akan berakhir, dan mereka pun akan terlepas dari cengkeraman kaum Babylon dengan bangkitnya salah seorang raja Maad dan Persia dengan kemenangan yang diperolehnya atas raja-raja Babylon.
Tidak berapa lama kemudian, Khurush memegang kekuasaan di Iran dan ia menyatukan bangsa Maad dan Persia sehingga terbentuklah sebuah kesultanan besar. Dan sebagaimana mimpi Daniel yang mengatakan bahwa biri-biri jantan tersebut mengarahkan tanduknya ke barat, timur dan utara, Khurush pun telah melakukan ekspansi besar-besaran pada ketiga arah mata angin tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh biri-biri jantan itu.
Dan Khurush pun membebaskan kaum Yahudi serta memberikan izin kepada mereka untuk kembali ke tanah Palestina.
Yang menarik lagi, di dalam kitab Ash’iya pasal 44, ayat 28 kita membaca, “Kemudian secara khusus mengenai Khurush, Ia berfirman, ‘Ia adalah malam-malam-Ku dan ia telah menyelesaikan semua keinginan-Ku. Ia akan mengatakan kepada Yarussalem bahwa engkau pasti akan dibangun.”
Hal ini juga perlu pula mendapatkan perhatian bahwa dalam sebagian dari ungkapan-ungkapan yang terdapat di dalam kitab Taurat, Khurush juga diberi julukan “Elang Timur” dan “Pria Bijaksana yang datang dari tempat jauh.”
Kedua, pada abad ke-19 Masehi, telah ditemukan sebuah patung Khurush di dekat kolam renang yang terletak di samping sungai Murghab. Patung ini mempunyai tinggi seukuran tinggi manusia dan sosok Khurush di sini dijelmakan dengan bentuk manusia yang mempunyai dua buah sayap yang terletak di kedua sisinya sebagaimana sayap elang dan di atas kepalanya terletak sebuah mahkota yang mempunyai dua buah tanduk sebagaimana tanduk-tanduk yang dimiliki oleh biri-biri jantan itu.
Patung ini merupakan sebuah contoh yang sangat berharga dari hasil karya para pemahat kuno yang telah menjadikannya sebagai sebuah obyek yang sangat menarik perhatian para ilmuwan, sehingga sebagian ilmuwan Jerman melakukan perjalanannya ke Iran hanya untuk melihat patung ini.
Adanya relevansi antara kandungan yang terdapat di dalam kitab Taurat dengan spesifikasi yang dimiliki oleh patung Khurush ini menyebabkan asumsi para ilmuwan tentang statemen penamaan Khurush sebagai Dzul Qarnain (Pemilik Dua Tanduk) menjadi betul-betul kuat. Demikian pula pertanyaan tentang mengapa patung batu Khurush mempunyai dua sayap sebagaimana sayap yang dimiliki oleh elang telah terjawab. Dengan demikian, sebagian ilmuwan menjadi yakin bahwa dengan metode dan cara ini tokoh sejarah Dzul Qarnain betul-betul telah menjadi jelas.
Yang lebih mempertegas kebenaran pendapat ini adalah sifat-sifat mulia yang dimiliki oleh Khuresh sebagaimana yang telah tertulis di dalam sejarah.
Herodus, seorang sejarawan Yunani menulis, “Khurush memerintahkan supaya tentaranya tidak mengarahkan pedangnya kecuali kepada prajurit perang. Demikian juga untuk tidak membunuh prajurit dari pihak musuh yang telah menundukkan pedangnya. Dan lasykar Khurush pun menaati apa yang diperintahkan olehnya sehingga lapisan masyarakat tidak merasakan musibah dari peperangan.”
Demikian juga, tentang sosok Khurush, Herodus menulis di dalam bukunya, “Khurush adalah seorang raja yang mulia, periang, dan sangat lembut serta penyayang. Ia tidak menyukai ketamakan sebagaimana raja-raja yang lain. Ia sangat tertarik dengan sifat-sifat mulia dan murah hati. Ia menciptakan keadilan untuk orang-orang yang tertindas dan ia semakin menyukai suatu perbuatan yang di dalamnya menjanjikan kebaikan yang lebih.”
Seorang sejarawan lainnya, Dey Nufen menulis “Khurush adalah seorang raja yang arif dan penyayang. Sifat kebesaran para raja dan keutamaan para arif berkumpul di dalam dirinya. Ia mempunyai sifat keperdulian yang dimiliki oleh para petinggi, penampilannya wajar, syair-syair yang dimilikinya menunjukkan rasa kemanusiaan, dan wujudnya adalah lambang keadilan dan kerendahan hati. Sifat dermawan yang berada di dalam dirinya telah menggantikan kesombongan dan rasa bangganya.”
Sangat menarik, para sejarawan yang memperkenalkan sosok Khurush dengan sifat-sifat seperti ini, semua adalah para penulis sejarah asing, bukan kaum Khurush sendiri atau orang-orang yang sebangsa dengannya. Mereka adalah orang-orang Yunani. Kita sendiri mengetahui bahwa para warga Yunani tidak pernah memandang Khurush secara bersahabat. Sejak jatuhnya negara Liudya ke dalam kekuasaan Khurush, itu menyebabkan bangsa Yunani telah mengalami kekalahan yang besar dan sangat telak.
Para pendukung pendapat ini mengatakan bahwa sifat-sifat yang dimiliki oleh Dzul Qarnain sebagaimana yang telah tersebut dalam Al-Qur’an mempunyai relevansi dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh Khurush.
Lebih dari itu, sebagaimana yang telah tertulis di dalam buku biografinya, Khurush juga telah melakukan perjalanannya ke arah barat, timur dan utara, yang hal ini mempunyai kesesuaian dengan tiga perjalanan yang dilakukan oleh Dzul Qarnain, sebagaimana yang tertera di dalam Al-Qur’an.
Ekspsansi pertama yang dilakukan oleh Khurush menuju ke negara Liudya yang terletak di bagian selatan Asia Kecil. Dan apabila negara ini dilihat dari pusat pemerintahan Khurush, terletak di bagian barat kawasan kekuasaannya.
Apabila peta pantai barat Asia Kecil kita letakkan di hadapan kita, maka kita akan mengetahui bahwa sebagian besar pantai akan tenggelam di dalam teluk-teluk kecil, khususnya yang berada di dekat Azmir di mana teluk di daerah ini muncul dalam bentuk sumber mata air.
Al-Qur’an mengatakan bahwa Dzul Qarnain dalam perjalanannya ke barat merasakan bahwa matahari akan tenggelam ke dalam sebuah sumber mata air yang berlumpur.
Gambaran ini merupakan kejadian yang dialami oleh Khurush ketika ia melihat tenggelamnya bola matahari (menurut pendapat pemirsa) ke dalam teluk-teluk pantai.
Ekspansi kedua Khurush mengarah ke timur. Herodus menulis, “Serangan Khurush ke timur ini terjadi setelah penaklukan Liudya. Hal ini khususnya lantaran para pemberontak sebagian dari kabilah-kabilah liar telah memaksa Khurush untuk melakukan serangan ini.
Al-Qur’an menggambarkan, “Hingga apabila ia telah sampai ke tempat terbit matahari [sebelah timur], ia mendapati bahwa matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari [cahaya] matahari itu. (QS. al-Kahfi [18]: 90). Ini merupakan isyarat bahwa perjalanan Khurush yang dilakukannya hingga ke perbatasan bagian timur, di mana di sana ia menyaksikan bahwa matahari telah menyinari sebuah kaum yang tidak mempunyai pelindung ketika berhadapan dengan sinarnya, menunjukkan bahwa kaum tersebut adalah kaum pengembara yang biasa berada di padang sahara.
Khurush juga mempunyai ekspansi ketiga yang bergerak ke arah utara mengarah menuju ke pegunungan Qafqaf (Vladkavkaz) hingga sampai di daerah lembah antara dua gunung. Untuk menghindari serangan para kaum liar, ia membangun tanggul yang tangguh berhadapan dengan daerah lembah tersebut sesuai dengan keinginan penduduk setempat.
Lembah pegunungan ini pada era sekarang dinamakan sebagai lembah pegunungan Darial, yang di peta ditunjukkan berada di antara Vladkyukez dan Taflis. Hingga sekarang, pada tempat tersebut masih terlihat adanya dinding besi, dan dinding besi ini adalah tanggul yang dibangun oleh Khurush, karena sifat-sifat yang dipaparkan Al-Qur’an tentang tanggul Dzul Qarnain ini sangat mirip dengan tanggul tersebut.*
Inilah penjelasan ringkas untuk menjelaskan dan menguatkan pendapat ketiga. Benar apabila dikatakan bahwa di dalam pendapat ketiga ini pun masih terdapat hal-hal yang tidak jelas dan kabur. Akan tetapi, untuk saat ini, bisa dikatakan bahwa pendapat ketiga ini merupakan pendapat yang paling kuat tentang relevansi antara sosok Dzul Qarnain dengan seorang tokoh terkenal dalam sejarah, yaitu Khurush.
http://www.telagahikmah.org/kalam/110/99.htm
*Al-Syarif al-Idrisi menegaskan hal itu melalui riwayat penelitian yang dilakukan Sallam, staf peneliti pada masa Khalifah al-Watsiq Billah (Abbasiah). Konon, Al-Watsiq pernah bermimpi tembok penghalang yang dibangun Dzul Qarnain untuk memenjarakan Ya’juj-Ma’juj terbuka.
Mimpi itu mendorong Khalifah untuk mengetahui perihal tembok itu saat itu, juga lokasi pastinya. Al-Watsiq menginstruksikan kepada Sallam untuk mencari tahu tentang tembok itu. Saat itu sallam ditemani 50 orang. Penelitian tersebut memakan biaya besar. Tersebut dalam Nuzhat al-Musytaq, buku geografi, karya al-Idrisi, Al-Watsiq mengeluarkan biaya 5000 dinar untuk penelitian ini.
Rombongan Sallam berangkat ke Armenia. Di situ ia menemui Ishaq bin Ismail, penguasa Armenia. Dari Armenia ia berangkat lagi ke arah utara ke daerah-daerah Rusia. Ia membawa surat dari Ishaq ke penguasa Sarir, lalu ke Raja Lan, lalu ke penguasa Faylan (nama-nama daerah ini tidak dikenal sekarang). Penguasa Faylan mengutus lima penunjuk jalan untuk membantu Sallam sampai ke pegunungan Ya’juj-Ma’juj.
27 hari Sallam mengarungi puing-puing daerah Basjarat. Ia kemudian tiba di sebuah daerah luas bertanah hitam berbau tidak enak. Selama 10 hari, Sallam melewati daerah yang menyesakkan itu. Ia kemudian tiba di wilayah berantakan, tak berpenghuni. Penunjuk jalan mengatakan kepada Sallam bahwa daerah itu adalah daerah yang dihancurkan oleh Ya’juj-Ma’juj tempo dulu. Selama 6 hari, berjalan menuju daerah benteng. Daerah itu berpenghuni dan berada di balik gunung tempat Ya’juj-Ma’juj berada.
Sallam kemudian pergi menuju pegunungan Ya’juj-Ma’juj. Di situ ia melihat pegunungan yang terpisah lembah. Luas lembah sekitar 150 meter. Lembah ini ditutup tembok berpintu besi sekitar 50 meter.
Dalam Nuzhat al-Musytaq, gambaran Sallam tentang tembok dan pintu besi itu disebutkan dengan sangat detail (Anda yang ingin tahu bentuk detailnya, silakan baca: Muzhat al-Musytaq fi Ikhtiraq al-Afaq, karya al-Syarif al-Idrisi, hal. 934 -938).
Al-Idrisi juga menceritakan bahwa menurut cerita Sallam penduduk di sekitar pegunungan biasanya memukul kunci pintu besi 3 kali dalam sehari. Setelah itu mereka menempelkan telinganya ke pintu untuk mendengarkan reaksi dari dalam pintu. Ternyata, mereka mendengar gema teriakan dari dalam. Hal itu menunjukkan bahwa di dalam pintu betul-betul ada makhluk jenis manusia yang konon Ya’juj-Ma’juj itu.
Ya’juj-Ma’juj sendiri, menurut penuturan al-Syarif al-Idrisi dalam Nuzhat al-Musytaq, adalah dua suku keturunan Sam bin Nuh. Mereka sering mengganggu, menyerbu, membunuh, suku-suku lain. Mereka pembuat onar, dan sering menghancurkan suatu daerah. Masyarakat mengadukan kelakuan suku Ya’juj dan Ma’juj kepada Dzul Qarnain. Dzul Qarnain kemudian menggiring (mengusir) mereka ke sebuah pegunungan, lalu menutupnya dengan tembok dan pintu besi.
Menjelang Kiamat nanti, pintu itu akan jebol. Mereka keluar dan membuat onar dunia, sampai turunnya Nabi Isa al-Masih.
Dalam Nuzhat al-Musytaq, al-Syarif al-Idrisi juga menuturkan bahwa Sallam pernah bertanya kepada penduduk sekitar pegunungan, apakah ada yang pernah melihat Ya’juj-Ma’juj. Mereka mengaku pernah melihat gerombolan orang di atas tembok penutup. Lalu angin badai bertiup melemparkan mereka. Penduduk di situ melihat tubuh mereka sangat kecil. Setelah itu, Sallam pulang melalui Taraz (Kazakhtan), kemudian Samarkand (Uzbekistan), lalu kota Ray (Iran), dan kembali ke istana al-Watsiq di Surra Man Ra’a, Iraq. Ia kemudian menceritakan dengan detail hasil penelitiannya kepada Khalifah.
Kalau menurut penuturan Ibnu Bathuthah dalam kitab Rahlat Ibn Bathuthah pegunungan Ya’juj-Ma’juj berada sekitar perjalanan 6 hari dari Cina. Penuturan ini tidak bertentangan dengan al-Syarif al-Idrisi. Soalnya di sebelah Barat Laut Cina adalah daerah-daerah Rusia.
Sumber : howto-bagaimana.blogspot.com